Sebenarnya mengikuti perkembangan zaman tidak salah asal tetap berpijak
pada jati diri sebagai orang Timur dan selaku umat beragama yang sangat
menjungjung tinggi moralitas. Tak kecuali turut merayakan Valentine Day
(hari kasih sayang) bersama kawula muda dunia lainnya. Bagi agama Hindu
masalahnya bukan dari mana, produk budaya apa suatu perayaan itu,
melainkan lebih melihat pada nilai apa yang didapat dari peringatan itu.
Kalau ternyata dalam praktek perayaan hari kasih sayang itu lebih
dominan menampilkan sisi hura-hura, pelampiasan kasih sayang ragawi
(nafsu birahi) yang bahkan oleh suatu media disebut sebagai hari
“penyerahan perawan” jelas dengan tegas bahkan keras ditolak.
Hari
apapun yang hendak diperingati atau dirayakan haruslah lebih menekankan
pada esensi nilai bukan kemasan seremoninya. Dan lagi pula kalau memang
kita sudah mulai menghayati apa sesungguhnya arti “kasih sayang/cinta
kasih” itu maka tanpa menunggu datangnya tanggal 14 Februari pun yang
namanya rasa kasih sayang atau cinta kasih dapat direalisasikan ke dalam
bentuk perbuatan angawe sukanikanang won glen. Mulai dari mangasihi,
menyayangi, dan mencintai diri sendiri, orang tua, saudara sampai kepada
Bhatara-Bhatari dan memuncak pada Hyang Widhi.
Dalam ajaran
Hindu sendiri apa yang disebut dengan cinta kasih tidak lain merupakan
konsep bhakti. Bhakti itu artinya luapan perasaan cinta kasih atau kasih
sayang yang dilandasi kebersihan pikiran, kesucian hati dan ketulus
iklasan yang tanpa pamrih. Bhakti itu dapat ditujukan kepada orang tau
dengan hormat dan patuh padanya. Kepada saudara dengan menghargainya,
kepada teman dengan kesetia kawanan dan kepada Bhatara-Bhatari serta
Hyang Widhi melalui media persembahan dan atau persembahyangan. Kesemua
wujud bhakti tersebut merupakan realisasi dari kasih sayang/cinta kasih
yang hakiki. Dan itu bisa dilakukan setiap hari, kapan saja dan
dimanapun berada.
Jadi bila ditanyakan relevansi Valentine Day
menurut Hindu memang memiliki nilai esensi yang sama dengan ajaran
bhakti. Tetapi yang membedakannya sebagaimana sudah menggejala adalah
prakteknya yang sudah mulai menyimpang. Tidak lagi menekankan pada sisi
keagungan arti sebuah cinta/kasih sayang itu melainkan sudah mengikuti
trend budaya barat yang lebih menampilkan sisi cinta sebagai dorongan
nafsu ragawi. Maka tak heran Valentine Day banyak diisi dengan acara
hura-hura bahkan seperti disinyalir media ibukota sudah mengarah pada
praktek seks bebas sampai dengan penyerahan perawan. Jika sudah sampai
sejauh itu, tentu bahasa agama hanya bisa mengingatkan kawula muda Hindu
untuk kembali pada konsep bhakti yang lebih bernilai luhur dan
berphahala kemuliaan dari pada sekedar mengikuti trend Valentine Day
yang belum tentu berguna dan sesuai dengan budaya Hindu.
Dapus:
http://desatamblang.blogspot.com/2008/08/apa-pandangan-hindu-tentang-valentine.html
No comments:
Post a Comment